Pages

DI MATAKU, MENULIS ITU...

Share this history on :
Di Mataku, Menulis Itu...

Menulis itu melukis. Hanya saja seorang penulis bukan melukis layaknya seorang pelukis menyapukan kuasnya pada sebuah kanvas. Bukan seperti seorang pelukis yang pandai memadukan warna-warna yang memesona jutaan pasang mata. Tapi, penulis melukis kata-katanya dengan penanya pada selembar kertas. Senang memadukan kata-kata yang menurutnya apik dan menyenangkan baginya. Bahkan coret-coretan kasar penanya pun tetap menyenangkan baginya. Sebuah konsep cerita, konsep artikel dan lain sebagainya tetap amat memuaskan baginya.

Menulis itu bernyanyi. Tapi, penulis tidak bernyanyi layaknya penyanyi handal nan terkenal dengan sejuta pesona suaranya menyenandungkan lagu terkenal di seluruh pelosok dunia. Bukan seperti penyanyi yang pandai membaca not-not balok. Bukan seperti penyanyi yang membuat orang lain menjadi penggemar gilanya. Apalagi seperti penyanyi gadungan yang bernyanyi riang ketika di kamar mandi. Tetapi, penulis bernyanyi dengan nadanya sendiri. Ketika tangannya lihai menari-nari bersama penanya di atas kertas, saat itulah senandung imajinasinya ia lantunkan dari mulut pikirannya. Tidak perlu not balok. Tidak perlu do, re, mi, dkk. Tidak perlu iringan musik. Karena dunia tulisnya adalah dunia musik tersendirinya.

Menulis itu menari. Tapi, penulis menari tidak seperti penari. Entah itu penari tarian tradisional maupun modern. Penulis tidak perlu melenggak-lenggokkan pinggulnya mengikuti irama musik. Atau melakukan gerakan-gerakan seperti robot kehabisan tenaga. Penulis tidak perlu sibuk-sibuk berlatih menari sebelum melakukan pertunjukannya di depan khalayak umum. Apalagi menghapal gerakan-gerakan. Semua itu tidak perlu bagi penulis. Penulis tinggal menari bersama penanya di atas kertas. Atau menari bersama jemari-jemarinya di atas keyboard. Tidak perlu hapalan. Cukup membiarkan ide segar itu mengalir dan ia dengan sendirinya akan menggerakkan pikiran, hati, dan tangan penulis untuk menari.

Menulis itu melawak. Tetapi, penulis melawak tidak seperti pelawak kondang di televisi. Penulis tidak perlu merias diri untuk membuat penampilannya mampu menarik jutaan tawa penonton. Apalagi berdandan seperti wanita atau pria. Tidak perlulah bagi penulis bersikap atau berpenampilan bodoh di depan jutaan pasang mata. Penulis hanya cukup berkutat dengan ide dan tulisannya. Maka dengan sendirinya, komedi-komedi itu akan muncul seiring jalan pikirannya. Semua itu tidak butuh sikap bodoh. Tetapi, sikap dan pola pikir yang kreatif. Memadukan semua ide menjadi komedi-komedi berbobot tinggi.

Menulis itu cinta. Penulis juga membutuhkan cinta untuk menulis. Karena menulis adalah bagian dari kesukaan. Karena dengan cinta, ide dan imajinasinya akan berkembang pesat seiring fragmentasi yang terus dilakukan. Tidak perlu khawatir kehabisan ide untuk menulis jika penulis memiliki cinta. Dan ajaibnya, Tuhan menebarkan cinta pada setiap jiwa.

Aku suka menulis sejak awal SMP. Semua berawal ketika itu aku membeli sebuah buku cerita karya seorang gadis seumuranku. Aku pun termotivasi untuk menjadi seorang penulis. Maka sejak itu aku selalu suka menulis. Mulai dari cerpen, puisi dan novel. Meski pernah novelku ditolak oleh penerbit, tetapi sampai sekarang menulis adalah bagian hidup yang menyenangkan bagiku.

Di mataku, menjadi seorang penulis tidak harus menerbitkan sebuah karya yang dikenal banyak orang. Tidak perlu memiliki penggemar banyak yang selalu menanti bukunya dirilis. Cukup sebuah dukungan dari orang-orang sekitar, dan motivasi dari diri sendiri untuk terus menulis.

Karena di mataku, tidak perlu menunggu waktu untuk menjadi seorang penulis. Seseorang sudah dianggap sebagai penulis jika ia selalu senang menuangkan idenya dalam bentuk tulisan. Tidak peduli apakah orang lain menyukai karyanya atau tidak. Asalkan karyanya menyenangkan dan memuaskan dirinya.

Tulis apa yang kamu suka, rasakan, alami atau kamu pikirkan. Maka, dengan sendirinya dunia imajinasimu akan hidup seiring gores penamu. :)

Selamat membangun dunia imajinasimu ^^

Tanjung (Permai), 6 Juli 2012
*Lintang Kidul

"saya percaya, kalau belajar menulis hanya demi menerbitkan buku, laku, kaya, populer, apalagi sibuk menghitung view+like+komen, maka cepat atau lambat akan berakhir pada kekecewaan--bahkan meski semua itu akhirnya tercapai.

semoga kalian tidak memulai langkah yg keliru, mendengarkan orang2/mentor/guru menulis yg keliru.

menulislah karena itu menyenangkan. selalu menyenangkan. terlebih saat kalian memutuskan menulis utk menemani, menghibur serta bermanfaat bagi diri sendiri, dan syukur2 banyak orang."
*repost Darwis Tere Liye

0 komentar:

Posting Komentar