Pages

BINTANG BIRU

Hatiku mendadak sesak. Pikiranku berlari ke mana-mana. Mataku kabur oleh bulir-bulir air yang mulai terbentuk di pelupuk mata. Kesadaranku berontak ingin pergi, tapi hatiku berkata “TIDAK!”. Kakiku terasa lemas berdiri tegak menopang beban yang tiba-tiba menindihku. Tanganku gemetar menutup bibirku yang beku.
“Kamu salah!”
Aku berlari meninggalkan papan pengumuman dan temanku, Ima. Tak kupedulikan teriakan Ima memintaku untuk berhenti. Aku kecewa! Aku marah! Aku benci diriku sendiri! Namaku tak tertera pada selembar kertas di papan pengumuman tadi. Dan Ima, temanku! Dia lolos! Argh!!! Aku iri, Tuhan! Aku iri! Aku ingin lolos seleksi itu! Apa Kau tak melihat perjuanganku selama ini? Mencari bahan bacaan sendiri, belajar sendiri tanpa seorang ahli, menghabiskan uangku demi buku-buku yang kucari. Di mana keadilan-Mu? Ah! pikiranku kacau! Hatiku tiba-tiba membeku.
Aku tak dapat membendung air di pelupuk mataku lagi. Perlahan, satu persatu bulir air menetes mewakili kekecewaanku yang teramat besar. Ima memelukku. Dia tak mengatakan apa-apa, tapi aku dapat merasakan keprihatinannya. Entah ada apa, tapi sikap Ima mampu membuat kesadaranku mulai terbuka. Aku beristigfar pelan. Mencoba mengendalikan pikiran dan hatiku yang hampir terbakar.
Ifa, kau gagal. Ya kali ini aku gagal. Untuk yang pertama kalinya aku mencoba seleksi olimpiade Astronomi di sekolah baruku. Aku sadar ilmu astronomi yang kudapat masih sedikit. Karena memang belum lama aku mulai tertarik ilmu itu. Semua berawal dari sebuah rasi bintang pertama kali yang kulihat. Gubug penceng atau Crux. Empat bintang yang membentuk formasi layang-layang itu tertangkap kedua bola mataku saat aku masih duduk di bangku SD. Semenjak itu, aku semakin rajin mengamati langit malam, terutama Crux yang mudah ditemukan pada langit selatan di bulan Mei sampai Juli akhir. Masuk SMP aku semakin tergila-gila dengan bintang (namun, walau begitu aku tidak menyukai ilmu astrologi yang mengarah pada kesesatan). Setiap malam pada bulan-bulan kemunculan Crux, aku sering menatapnya sambil mencurahkan isi hatiku pada empat bintang itu, yang kupanggil “Bintang Sahabat”. Semakin besar ketertarikanku pada ilmu perbintangan membuatku berburu buku-buku yang menyangkut tentang ilmu itu. Masuk SMA, aku merasa seperti mendapat secercah peluang ketika sekolah menyebar angket pendaftaran peserta olimpiade dan Astronomi menempati salah satu poin yang tertera. Walau sempat bingung memilih antara Biologi, Astronomi dan Debat Bahasa Inggris, akhirnya kulingkari poin astronomi. Ini peluangku.
Tapi, akhirnya tak seperti yang aku harapkan. Mungkin memang bukan sekarang Tuhan mengizinkan aku untuk mengikuti perlombaan itu. Lain kali. Dan aku harap waktu itu masih Ia sediakan.
***
Beberapa bulan setelah pengumuman itu, aku mulai terbiasa. Meski aku gagal, tapi kegagalan itu justru membuatku semakin tertantang. Aku kembali mencari referensi untuk tambahan ilmuku. Di salah satu social network, aku bergabung dalam grup yang menyediakan tanya-jawab seputar ilmu astronomi. Dan setiap malam yang cerah, kusempatkan skygazing sambil membawa peta bintang atau laptopku yang tersedia aplikasi simulasi bintang. Sedikit demi sedikit aku mulai hafal posisi-posisi bintang dan konstelasinya.
Aku semakin semangat mendalami ilmu astronomi, ketika aku sadar banyak orang-orang di sekelilingku yang mendukungku. Ayahku yang memperkenalkanku pada aplikasi simulasi bintang, ibu yang membelikanku tambahan koleksi buku astronomiku, sahabat-sahabatku yang selalu menyemangatiku, termasuk Ima. Ya, rasa iri itu telah terkikis habis.
***
Hari itu akhirnya datang lagi. Hari di mana sekolah mulai menyebarkan angket pendaftaran peserta olimpiade. Aku yang mengikuti program IPA di kelas XI perlahan-lahan mulai tertarik dengan Kimia. Hal itu membuatku sedikit bingung memilih antara astronomi dan kimia. Namun, dengan tekad bulat, akhirnya kuputuskan melingkari poin astronomi lagi. Berharap, kegagalan tahun lalu dapat terbalas.
***
Hari ini adalah hari seleksi peserta olimpiade dilaksanakan. Malam sebelumnya, aku membaca semua buku-buku astronomiku dan catatan-catatan yang kubuat. Ada “segumpal” rasa optimis dan percaya diri dalam diriku. Meski aku tahu aku memiliki saingan berat, tapi itu tak begitu mengusikku.
Aku sempat kaget ketika menerima soal yang dibagikan guru. Sama dengan tahun lalu! Ada empat materi di dalamnya. Matematika, Fisika, Bahasa Inggris, dan Astronomi. Aku memutuskan mengerjakan bagian soal-soal astronomi dulu. Satu persatu aku mulai mengerjakan soal-soal itu, memang tak sepenuhnya berjalan lancar. Aku mengalami beberapa kesulitan karena aku belum pernah membaca atau mendapatkan materi yang sejenis itu. Aku mencoba tetap tenang meski aku merasa rasa optimis dan percaya diriku sedikit memudar.
Di kelas Bahasa Indonesia I, tinggal tiga peserta yang tersisa termasuk aku. Hiruk-pikuk sudah terdengar dari luar. Kulihat lembar jawabanku. Semua telah terisi, meski tak sedikit juga yang asal kusilang. Aku mencoba tetap berkonsentrasi pada soal. Aku tak peduli dengan perkataan Bu Pengawas yang mengatakan, “Tinggal kelas ini yang belum,” namun lebih terdengar seperti, “Ayo, cepetan dikumpulkan lembar jawabnya!”. Satu hal yang membuatku tetap bertahan meneliti pekerjaanku adalah, AKU INGIN LOLOS!
Sepuluh menit kemudian, aku memutuskan memberesi alat tulisku dan mengumpulkan lembar jawabanku. Tak lama, kedua peserta yang lain menyusul.
Keluar dari ruangan seleksi, pikiranku masih dihantui dengan soal-soal tadi. Dan bayangan-bayangan usahaku mempelajari materi sebelum hari H terputar tanpa jeda. Bahkan hal yang kubenci dari hari ini ikut terputar. Tanganku yang menyilang asal pada lembar jawaban. Aku benci itu, Tuhan! Sungguh, tak pernah sekalipun aku menginginkan itu! Mataku terasa panas. Susah payah aku menahan agar bendungan air yang terbentuk di pelupuk mataku tidak pecah.
Ya Rabb, kau lihat tangan kanan tadi? Dia menyilang pilihan bukan berdasarkan pikiran tapi perasaan. Kau lihat usahaku memahami materi-materi yang kucari sendiri? Apakah aku terlalu bodoh, Rabbi? Sampai soal-soal semacam itu, soal yang pernah aku temui sebelumnya, tak bisa kujinakkan dengan baik? Apa mimpiku untuk menjadi seorang astronom akhwat pertama terlalu tinggi, Rabbi? Sehingga untuk seleksi peserta olimpiade ini Engkau tumpulkan otakku? Ya Rabb, sungguh aku iri dengan mereka. Mereka yang berhasil menciptakan satelit, mereka yang pernah meninggalkan bumi untuk sementara, mereka yang cerdas, mereka yang inovatif. Aku ingin seperti mereka. Mengukir sejarah baru untuk agamaku, negaraku, dan kehidupanku. Sungguh, aku yakin Engkau tahu seberapa besar keinginanku demi terwujudnya mimpi-mimpiku.
Ini adalah kesempatan terakhirku, Ya Rabb! Dan mungkin yang terakhir dalam hidupku. Perkenankanlah diriku menggenggam semua mimpi-mimpiku. Aku sadar dengan kekuranganku, kejelekanku, kebodohanku yang pasti tak akan berhenti menghambat jalanku meraih mimpi-mimpiku. Tapi aku sadar akan besarnya harapanku yang memicuku untuk tidak menyerah begitu saja. Karena aku tahu, mimpi-mimpiku tak dapat berjalan dengan sendirinya padaku, tapi aku yang harus menjemput mimpi-mimpi itu. Kumohon, ya Rabb. Izinkan aku menggapai satu bintang ini.
***
Kuterobos kerumunan di depanku. Dapat kurasakan degup jantungku terpacu lebih cepat. Tanganku gemetar menelusuri satu persatu nama-nama yang tertera pada selembar kertas yang tertempel di papan putih selebar 2 x 1.5 meter itu. Mataku liar mengamati data yang tertera satu persatu takut-takut ada yang terlewati.
Tiba-tiba jari telunjukku berhenti pada satu nama. Sejenak, aku lupa bagaimana caranya bernafas. Kurasakan jantungku berhenti untuk sepersekian detik. Kesadaranku hampir terbang, namun seperti ada tangan kasat mata yang menampar kesadaranku dan memaksanya kembali. Pandanganku mulai kabur oleh bulir-bulir air yang mengumpul pada mataku. Sesak. Ya, aku merasa sesak lagi kali ini. Tapi ini lain.
Aku duduk sendiri di tengah gelapnya malam di depan rumah. Lampu rumah depan sengaja kumatikan agar tidak mengganggu pengamatanku kali ini. Udara dingin menusuk sampai tulang-tulangku. Kutengadahkan pandanganku ke atas. Subhanallah… langit seperti sebuah hamparan kain hitam dengan permata yang berserakan di atasnya. Nyanyian hewan malam terdengar seolah mereka merayakan keindahan kuasa Tuhan.
Kukeluarkan peta bintang dan kusenteri dengan senter kecil. Kucocokkan waktu dan harinya. Kemudian secara bergiliran mulai kucocokkan lukisan yang dibentuk oleh permata langit dengan yang ada pada peta bintangku. Mimosa, Rigil Centauri, Hadar, Antares, Spica. Satu setengah jam, aku tak bosan menjelajahi langit dengan mataku.
Tanpa kusadari, sebuah bintang biru di atas sana bersinar semakin cerah. Seolah dia baru saja mendapat tambahan energi untuk bersinar.
Tes…
Aku tersenyum pada sahabatku. Kululurkan sebuah buku tua bersampul merah padanya.
“Makasih ya,” ucapku tulus.
Dia balas tersenyum sambil mengangguk. “Sudah di copy?”
Aku mengangguk, masih tersenyum. Kutunjukkan sebuah duplikat buku bersampul merah tadi. Bedanya yang ini bersampul biru. PERJALANAN MENGENAL ASTRONOMI, tulisan besar pada sampul biru itu hanya kutulis dengan spidol hitam. Kupeluk sahabatku karena senangnya. Beruntung, sahabatku, Devi meminjamkan buku milik kakaknya padaku. Ya, dengan tambahan buku ini, aku semakin semangat mempelajari ilmu astronomi.
Tanpa kusadari, bintang biru itu telah bersiap diri. Dia mengenakan pakaian terindahnya.
Tes… tes…
Materi ini begitu sulit kupahami. Berkali-kali kubaca tapi tak banyak yang dapat kutangkap dan kusimpan dalam memoriku. Aku tak gentar. Semilir angin siang yang membelaiku, seolah ingin membantuku menenangkan pikiran dan hatiku, agar memudahkanku memahami materi. Tanpa guru, tanpa seorang ahli, aku memahami seorang diri.
Tanpa kusadari, bintang biru itu tersenyum lebar. Sinarnya semakin terang. Elok rupawan mengalahkan Sirius yang terterang.
“Ifa, gimana?” Ara, sahabatku yang selama ini tak henti-hentinya mendukungku, berjalan santai menghampiriku.
Kupalingkan wajahku padanya. Mataku berkaca-kaca. Tanpa pikir panjang langsung kupeluk tubuh sahabatku. Aku mendesah panjang mengeluarkan segala rasa khawatirku sejak pagi.
Satu-satunya bintang yang terlihat siang ini meredupkan cahayanya, enggan mengeluarkan seluruh energinya. Matanya terpaku pada bintang biru terang yang ada dalam genggamanku.
-SELESAI-
Tandjunk Permai, 26 Ramadhan 1432
»»  READMORE...

Setialah sahabat :)

Setialah sahabat, meski banyak temanmu yang tak setia padamu.
Jangan pelit menyediakan banyak waktumu untuk temanmu meski mereka hanya meluangkan sedikit waktunya untukmu.
Bantulah mereka semampumu meski hanya jika sempat saja mereka akan membantumu.
Ingatkan temanmu jika mereka berbuat salah meski mereka tak sedikitpun memedulikanmu.
Ajaklah mereka dalam kebaikan meski mereka selalu menganggap kata-katamu sebagai angin lalu.
Tetaplah tersenyum meski hatimu berontak haus keadilan.
Dan suatu hari nanti saat ragamu tak lagi dapat dilihat, bayangmu akan terus beterbangan dalam angan mereka bersama semua kebaikan yang pernah kau lakukan.
Setialah sahabat, meski pahit balasan yang kau terima dari mereka. Percayalah, balasan Allah jauh lebih indah dari apa yang kau inginkan dari mereka.
»»  READMORE...

Say Helo^^

Assalamu'alaikum ... :)
Alhamdulillah akhirnya blogku jadi juga setelah melewati sesi kakean-takon dengan sahabatku :D hehehe... thanks a lot for helping me... x)
well, sebenarnya blog ini adalah blog keduaku. yang pertama? tak sengaja kutelantarkan. huhu... kejem ya? enggak dink janjane (?) emang waktu itu aku belum bisa ngurus blog aja... bweheh... iya, iya aku tau dia jadi korban kekejamanku. Ya afwan afwan... nggak bermaksud gitu... yah... moga aja blog yang kedua ini bisa kurawat dan kubesarkan sehingga jadi seorang (?) blog yang sholehah dan berguna bagi nusa dan bangsa *nyengir tanpa dosa*
Ada yang tanya,
"apa alasanku bikin blog lagi padahal yang pertama aja udah jadi korban?" (fakta : nggak ada yang tanya)
ehm... oke, pertama karena aku pengen punya blog.
"untuk apa?"
untuk menyalurkan bakat coret-coretan gejeku.
"apa lagi?"
Tugas sekolah!!! :D haha! enggak lucu ya? haha! *pembaca: sweatdrop* ya, tugas sekolah. awalnya nggak nyangka kalo materi kelas XI ada yang tentang blogging. ah, tau dari dulu, udah buat blog dari zaman baheula. lah ini mefet je... pake ngrefotin temen segala lage... -,- huhu... maaf maaf...
ehm... well, karena itu, dengan lahirnya blog baruku ini, mari sama-sama kita mengheningkan cipta *pembaca: siap2 nglempar panci* eh, maksudnya mohon doanya semoga blog ini dapat kuurus dengan baik. dan semoga kelak blog ini dapat terus melahirkan tulisan-tulisan raje-ku (mbah buyutnya geje) yang dapat menyenangkan hati para pembaca sekalian *wide smile*
well, i think it's enough for saying hello ^^ thank you so much for reading...
wassalamu'alaikum w.w.
»»  READMORE...