Pages

SI PUTIH TERBIAS

Ehm… sebelumnya izinkan dulu saya memperkenalkan diri. Mungkin ada yang berpendapat bahwa bagian ini benar-benar nggak penting, apalagi bagi yang sudah tau dan mengenal siapa saya. Tapi, bagi saya ini penting karena jika suatu hari ada seseorang yang membaca tulisan ini, dia akan tau bahwa tulisan yang ditulis berdasarkan kisah nyata ini memang ditulis oleh seseorang yang ternama (baca: memiliki nama). Saya adalah seorang gadis berusia 16 tahun yang sekarang sedang menempuh pendidikan di bangku SMA kelas 11 progam IPA.
Sejak aku memiliki cap sebagai seorang anak SMA, aku tak pernah menyangka bahwa masa-masa SMA-ku akan seperti sekarang ini. Bergabung dalam organisasi kerohanian Islam (Rohis), menjadi bagian dari redaksi majalah sekolah, memiliki sahabat-sahabat yang begitu unik dan asyik, mengenal apa itu mentoring, dan masih banyak lagi. Dari hal-hal tadi, aku benar-benar membenarkan perkataan setiap orang yang mengatakan bahwa masa SMA adalah masa terindah.
Sebelumnya, ketika aku masih menjadi anak SMP, aku menyadari bahwa minatku dalam mengenal, memahami, meresapi dan menelaah ilmu-ilmu agama masih kabur-kabur. Bahkan pernah aku mengabaikan peringatan yang pernah diteriakkan sendiri oleh hatiku. Hingga akhirnya dengan tanganku sendiri aku membunuh diriku. tapi, bukan berarti semua masa-masa pahit itu akan selalu terkenang sebagai sebuah kenangan pahit. Karena masa yang lalu adalah sejarah dan dalam sejarah selalu terselip hikmah dan pelajaran yang berharga untuk masa depan. Ya, memang tak ada gunanya menyesali apa yang telah terjadi. Baiknya menyisir pelajaran yang terselip di dalamnya.
Perubahan dalam diriku kurasakan semenjak aku memutuskan untuk bergabung dalam Rohis. Dari situlah, aku memiliki banyak cermin untuk diriku. Dan cermin-cermin itu adalah sahabat-sahabatku yang juga sebagai para aktivis dakwah.
Daru Abu Musa r.a., Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalihah dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Ya, aku benar-benar mengalami sendiri kebenaran dari perkataan Rasulullah. Dan dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut sangatlah membawa perubahan besar dalam diriku. Juga menjadi salah satu jalanku untuk membahagiakan kedua orang tuaku.
Setelah aku bergabung dalam Rohis, benih-benih cinta mulai tumbuh dalam diriku. Hey! Jangan berpikiran negatif dulu! Yang kumaksud dari benih-benih itu adalah benih-benih kecintaanku terhadap agamaku. Hingga aku merasa begitu bangga dan beruntung menjadi seorang muslim. Apalagi ditambah dengan kegiatanku mengikuti mentoring. Dari mentoring itulah, ilmu agama yang kupegang terus bertambah.
Ah, bicara soal mentoring, aku jadi ingat sesuatu dan aku ingin berkata jujur. Sebelumnya aku belum pernah mengutarakan secara langsung kepada mentorku, Mbak S-T, juga kepada sahabat-sahabatku di mentoring. Entah kenapa. Dan mungkin aku tak akan pernah mengutarakan kejujuran ini jika saja Mbak S-T tidak memberi kami tugas menulis karangan ini. Jadi, setelah lama aku mengenal Mbak S-T, aku merasa Mbak S-T mirip dengan sahabatku di SMP. Silakan tertawa kalau memang lucu! Dari segi wajah mereka memang tak sama, tapi dari segi sikap mereka cukup mirip. Entah, sudah berapa banyak orang dari luar kabupaten Gunungkidul yang sudah kuanggap mirip dengan orang-orang yang kukenal di Gunungkidul. Kemiripan mereka (Mbak S-T dan sahabatku) yang benar-benar kugarisbawahi bahkan kutandai, adalah mereka bisa “menggila”. Heheh… #dame, dame…#
Dari mentoring, aku banyak mendapat pelajaran. Selain ilmu yang dibagikan Mbak S-T, juga kisah-kisah dari sahabat-sahabatku di mentoring menjadi sebuah pelajaran bagiku. Berbagi pengalaman juga menjadi salah satu hal terseru ketika mentoring berlangsung. Apalagi, jika saraf “gila” mereka (aku juga) mulai bekerja. Selaan-selaan lucu dan bahkan garing pun menjadi warna-warni di mataku. Haha!
Ah, aku ingat! Sebuah fakta bahwa aku adalah seorang kakak di keluargaku bahkan di lingkup saudara-saudaraku. Bapak dan ibu semuanya anak sulung dari nenek dan kakekku, sehingga otomatis, aku adalah cucu pertama dari kedua pasang nenek dan kakek yang kumiliki. Aku memang pernah mengimpikan memiliki seorang kakak. Ya, itu mustahil. Meski aku membujuk adikku untuk menyandang sebagai kakak untukku, itu tak akan pernah terjadi karena takdir memang mengecapku sebagai seroang kakak. Tapi, dari mentoring yang kuikuti ini, aku seperti memiliki banyak kakak yang bisa kujadikan cermin untuk diriku. Entah dari sikap, perilaku, penampilan, dan cara berpikir mereka. Dan buah dari cerminanku pada mereka, aku bisa menyalurkannya kembali kepada adik kandungku dan saudara-saudaraku yang lain. Kesimpulannya, dari merekalah aku belajar menjadi seorang kakak yang baik. Karena kakak adalah cerminan untuk adik-adiknya.
Jika aku disuruh untuk mengingat awal dari keikutsertaanku dalam mentoring, maka aku akan menjawab “lupa!”. Aku memang sudah lupa. Entah bagaimana awalnya, dan apa penyebabnya kenapa sekarang aku merasa begitu akrab dengan mereka. Mungkinkah karena kami memiliki persamaan? Sama-sama ingin tahu (anak buah sang mentor), sama-sama memiliki bakat dalam “menggila” (anak buah + mentor), dll.
Aku ingin jujur lagi. Sebenarnya pernah juga aku merasa begitu malas mengikuti mentoring. Moodku benar-benar buruk waktu itu. Tapi tolong digarisbawahi, bahwa penyebab bad moodku bukan karena sang mentor atau si anak buah mentor. Tapi, entahlah! Aku juga tak tau jawabannya. Bisa jadi, kemalasan itu datang karena memang sudah menjadi hakikat setiap manusia bahwa pastinya mereka pernah mengalami masa-masa di mana rasa malas begitu kuat menempel dalam diri. Selain itu, jadwal mentoring yang bertubrukan dengan jadwalku pulang kampung terkadang membuat rasa malasku timbul. Ya, sebagai seorang anak sulung yang hidup cukup jauh dengan orang tua, wajar saja jika aku merindukan mereka juga kampung halamanku (apalagi kucing-kucingku, hehe). Dan mungkin, faktor lain juga bisa karena tugas-tugas yang terus menumpuk dan harus kuselesaikan segera. Baik itu tugas sekolah maupun tugas pribadi. Masalah-masalah yang sedang dihadapi seseorang memang terkadang membuat seseorang itu meninggalkan suatu hal yang seharusnya ia lakukan. Tak banyak orang yang mampu menjadikan suatu beban berat di pundaknya menjadi seringan kapas.
Meski ada rasa malas yang pernah datang menghampiriku, tapi aku tak pernah merasakan adanya penyesalan, kerugian, dan hal negatif dari keikutsertaanku dalam mentoring. Intinya aku senang bisa menjadi salah satu bagian dari mereka yang mengikuti mentoring. Dan dari mentoring itu juga aku belajar salah satu cara menjalankan perintah Allah seperti yang dilakukan Rasulullah dan para nabi sebelum beliau, yaitu berdakwah.
Kau tahu? Menginjak SMA ini, setiap harinya aku seperti melihat cahaya putih yang terbias oleh sebuah prisma tak kasat mata, dan terbias menjadi bermacam-macam warna. Ingat! Pelangi itu selalu ada jika kau mau menjemputnya.
Keyongan Kidul, 18 November 2011
PS: Maaf kalo ada kata-kata yang kurang berkenan :)
»»  READMORE...

RESENSI NOVEL "UKHTI, DO YOU LOVE ME?"

DILEMA CINTA IKHWAN DAN AKHWAT
Mutiara Ayu M. H.

Judul Buku : Ukhti, Do Yo Love Me?
Penulis : Iwan Alfarizy dan Puput Elflora
Penerbit : Belia
Cetakan : 1, Februari 2009
Tebal : 180 halaman
Harga : Rp 29.000,00



Novel remaja islami sangat digemari akhir-akhir ini khususnya para remaja muslim. Novel-novel tersebut banyak menyuguhkan kisah remaja yang “berpelangi”, terutama kisah para remaja muslim, baik yang terjun di dunia dakwah maupun keseharian mereka. Selain sebagai sarana hiburan untuk orang lain atau pembaca, dengan menulis novel bertema islami penulis juga dapat sekaligus berdakwah melalui tulisannya.
Novel berjudul “Ukhti, Do You Love Me?” ini digarap oleh duel penulis dari Sumatera Selatan, Sahlan Alfarizy dan Puput Elflora. Hobi menulis yang dimiliki Sahlan sejak kecil membuatnya memilih untuk bergabung dalam organisasi kepenulisan, FLP Sumatera Selatan, ketika dewasa. Sudah banyak hasil coret tangan dan asah imajinasinya dimuat di koran lokal, juga sudah beberapa kali ia menerbitkan buku bersama penulis lain. Sedangkan Puput Elflora, dia memang sudah memiliki hobi menulis sejak kecil.
Tema dari cerita yang dibawakan oleh Alfarizy dan Elflora memang sudah sering dibawakan oleh penulis yang sudah lama bergelut dalam dunia sastra maupun pemula, yaitu kisah cinta remaja. Namun, Alfarizy dan Elflora mampu membawakan tema picisan itu dengan sajian yang berbeda. Dengan disisipi guyon dan nilai-nilai kehidupan sehingga selain terhibur pembaca dapat sekaligus mendapat pelajaran dari novel itu.
Alur cerita dalam novel ini digarap dengan apik oleh Iwan dan Elflora. Mereka membawakannya dengan lancar sehingga seolah-olah pembaca “terhanyut” dalam ceritanya. Hal tersebut dapat dirasakan dari awal sampai akhir cerita. Di bagian awal novel ini kita dihadapkan pada tokoh utama bernama Lando, yang terserang virus merah jambu pada seorang murid baru di kelasnya bernama Vira. Begitu besarnya kekaguman Lando terhadap Vira membuatnya semangat untuk mencuri perhatian gadis itu. Namun, tak mudah menaklukkan gadis seperti Vira yang berjilbab lebar sekaligus sebagai salah satu aktivis dakwah di Rohis. Apalagi di tengah perjuangan Lando menarik perhatian gadis itu, Epon, sahabat Vira yang begitu protective padanya, sering beradu mulut dengan Lando. Selain itu Epon juga sering mengusili Lando, begitu pula sebaliknya. Namun, Lando tidak patah semangat. Dia terus mencoba untuk mengalihkan perhatian gadis jibaber itu padanya.
Bab terakhir di novel ini menuturkan banyak hal menarik yang disampaikan oleh penulis dan merupakan konflik yang dapat membuat greget para pembaca. Di novel ini diceritakan bahwa sekolah Lando akan mengadakan rekreasi di sebuah tempat rekreasi untuk beberapa hari. Lando, Vira, Epon, dan anak-anak yang lain begitu menikmati rekreasi tersebut. Namun, ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang, bus yang mereka kendarai terperosok ke dalam sebuah jurang. Naas, Vira menjadi salah satu korban tewas dalam kecelakaan tersebut. Gadis itu tewas tepat setelah Lando menghampirinya, mencoba untuk menghentikan darah yang terus keluar dari kepalanya.
Semenjak kepergian Vira, Lando mulai mengerti perasaan Vira padanya. Semua terjawab oleh sebuah diary pribadi Vira yang diserahkan oleh ibu Vira kepada Lando. Di dalam diary tersebut Vira banyak menuliskan tentang Lando. Tanpa sepengetahuan Lando sebelumnya, gadis itu mulai merasakan getaran-getaran yang aneh dalam hatinya ketika Lando berusaha mendekatinya.
Namun, kekuatan iman dan prinsip yang dipegang gadis sholehah itu membuatnya merasa tersiksa dengan perasaan itu. Dia tidak ingin hatinya dikuasai oleh cinta yang semu sehingga menggeser cintanya pada Sang Pencipta. Apalagi umurnya yang masih tergolong muda membuatnya sadar bahwa belum tentu yang ia sukai sekarang adalah jodohnya. Keteguhan gadis sholehah itu tertuang dalam tulisannya yang ia tulis dalam diary-nya. “… Rasanya aku terperangkap!! Aku terjerat! Kini rasa itu telah menjalar, menyelubungi hati ini. rasa apa yang sedang berperang dalam nuraniku? Dey… sunguh, aku lelah bersembunyi. Aku lelah menutupi maksud hati ini. Aku tidak sanggup!!! Bantu aku, Dey! Bantuuu aku…!! Aku tidak mau terperosok lebih dalam lagi. Jauhkan aku darinya!! Tolooong, jangan siksa aku dengan cinta yang tak kekal. Akan kubunuh dia sekuat tenagaku.” (hal. 171).
Novel ini sangat cocok untuk para remaja, khususnya remaja muslim. Karena di dalamnya, penulis banyak menyelipkan nilai-nilai kehidupan, terutama nilai agama yang banyak diselipkan dalam sikap dan pola pikir tokoh Vira. Keteguhan hati seorang muslimah dalam memegang syariat agama di tengah hingar bingar kehidupan remaja yang sudah lepas dari prinsip agama. Gaya bahasa yang dipilih penulis juga cocok untuk para remaja. Tidak ribet dan mudah dipahami. Apalagi penulis banyak memberikan guyon melalui tingkah Lando dan Epon. Salah satunya seperti yang dikutip berikut, “Tapi cengiran Lando mengambang karena adegan yang diharapkannya tak kunjung tiba. Yang ada malah saputangan miliknya gak sengaja keinjek Vira, dan dengan sengaja Epon pun mengelap bagian bawah sepatunya di saputangannya itu.
“Makasih ya, udah disediain kaset kaset kaki,” kata Epon seenaknya ketika melintas di hadapan Lando. Gak ada ampun. Lando langsung belingsatan dan mendadak stres dibuatnya.
“Epoooonnnnn….!!!!!” teriaknya geram.”
(hal. 9).
Namun, sayangnya, Iwan dan Puput membuat banyak lanturan di dalam novel ini. Lanturan-lanturan itu tertulis jelas dalam bab ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh. Cerita dalam keempat bab tersebut membawa pembaca keluar dari tema yang ingin disuguhkan, yaitu kisah cinta antara ikhwan (laki-laki muslim) dan akhwat (perempuan muslim). Cerdiknya penulis, di dalam kelima bab yang melantur dari tema, Alfahrizy dan Elflora banyak menyuguhkan nilai-nilai kepada pembaca yang disajikan secara tersirat. Seperti misalnya, keharusan seorang siswa untuk mematuhi peraturan sekolah dapat ditemukan di bab “3 G + B (Guruku Galak-Galak Banget, Sih)”, kewajiban sebagai siswa untuk menghormati gurunya dapat ditemukan di bab “Mati Gaya!!”, dan keharusan siswa untuk bersikap jujur ketika ujian dapat ditemukan di bab “Ulangan lagi? Ampun, deh!!”.
“Ukhti, Do You Love Me?” adalah sebuah novel yang mengajarkan pembaca akan pentingnya nilai-nilai yang harus diterapkan dalam kehidupan remaja. Pembaca dapat belajar dari perilaku, sikap, dan pola pikir para tokoh. Selain sarat akan nilai-nilai, melalui novel ini para pembaca khususnya remaja muslim dapat belajar tentang arti cinta yang hakiki, kebersamaan dan persahabatan. Apalagi dengan gaya bahasa yang cocok untuk remaja dan guyon yang diselipkan penulis membuat novel ini dapat dengan mudah dilahap remaja.
»»  READMORE...

THEY CALL IT, LOVE


“Hufftt… qm tau gag ceh klo qu tu sbnrnya mcieh cyank ma qmu?? Cma qm satu2’na eang adda di hatiqu. Gag adda eang laen… Mengertilahhh…”

#Gubrak!!! Toeng, toeng… :S

Pernah baca tulisan semacam itu? Mungkin baca status teman-teman di facebook, twitter, atau di halaman belakang buku catatan teman? :D Atau… jangan-jangan pernah nulis tulisan semacam itu, ya? Hayooo… :D hehe…

Udah nggak asing lagi rangkaian kata-kata semacam itu. Bahkan hampir setiap hari kalimat-kalimat seperti itu ditemukan di mana aja. Misal di social network, blog, di tempat umum, bangku sekolah dan tembok-tembok sekolah (pelajar yang suka menghemat buku catatan). Nggak ada habisnya nulis sesuatu yang nggak lepas dari apa yang disebut ‘cinta’. Yang galau lah, yang bener-bener kehilangan tenaga gara-gara putus cinta, yang marah-marah nggak terima karena dikhianati cinta, sampe-sampe bunuh diri karena cinta. Naudzubillahi mindzalik… #backsound: cecak’s#

Sebenarnya apa sih, makna cinta yang sebenarnya? Kok, ngliat kisah mereka tu kayaknya cinta adalah sesuatu yang amat sangat mengerikan! Ho’o po? Is it right? Check it out!

Cinta. Jika ditanya apa itu cinta, maka akan banyak variasi jawaban. (langsung aja), Mungkin ada yang akan menjawab cinta itu adalah sesuatu yang mana membuat orang tersebut ingin sekali memiliki apa yang disukai, membuat senang apa yang disukai, berbagi dengan apa yang disukai, dan blablabla apa yang disukai. Intinya cinta itu indah. :D Ya! Emang bener kok, cinta itu indah! (icikiwir…) Memang dari sono-nya (?) cinta itu sebenarnya indah. Indaaahhh… banget! *lebay sithik* You agree with me, don’t you? :D haha!

Tapi, ada juga orang yang berpendapat kalau cinta itu adalah sesuatu yang mengerikan! Sesuatu yang buruk! Sesuatu yang menyebalkan! Sesuatu yang tidak menyenangkan! Nah, lho? How’s that? :O

Sudah tertulis sebelumnya, bahwa cinta itu indah. Cinta yang ditaburkan dan ditanam Allah pada hati setiap hamba-hamba-Nya adalah cinta yang indah. Well, karena Allah yang menanam benih-benih cinta itu pada diri manusia, maka sudah jelas-las-las bahwa yang memiliki cinta, yang menguasai cinta adalah Allah SWT. Kenapa Allah memberikan cinta pada kita? Karena dengan cinta tersebut kita dapat saling mengasihi sesama saudara, sebangsa dan setanah air :D. Bukan hanya itu saja! Cinta juga akan mengantarkan kita pada kedamaian, kebersamaan, kebahagiaan, dan kehangatan. Tapi, ingat! Cinta itu milik Allah. Artinya, kita tak berhak menggunakan cinta itu sesuka kita. Hakikat cinta yang sebenarnya adalah cinta kepada Tuhan. Karena itu, cintailah Allah, dan cintamu ke Allah akan mengantarmu mencintai makhluk Allah. (yeerrr… xD) Bagaimana caranya? So pasti sebagai umat yang beragama kita harus menaati semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Tak cukup itu, Bro! Kita juga harus menjaga hati kita, agar cinta kita selalu bertasbih pada-Nya. :D

Manfaat yang didapat ketika kita mampu mencintai Allah setulus-tulusnya dan menjaga cinta itu, subhanallah indaahh… banget! Ketika kita mencintai Allah, maka Dia akan mencintai kita lebih dari kita mencintai-Nya. Subhanallah, dicintai Sang Pencipta jagat raya siapa yang nggak seneng! x) Kita juga akan lebih tenang menghadapi berbagai macam problema kehidupan karena dari cinta itu tumbuh ketenangan dan kepercayaan dalam hati bahwa Allah pasti akan menolong kita. Selain itu, kita juga akan diarahkan ke hal-hal atau kegiatan positif dari cinta itu yang insyaallah berbuah pahala. :) Subhanallah, itu hanya secuil dari sekian banyaknya keuntungan mencintai Allah, mbak mas! Yang lain masih banyak! :D Nggak ada ruginya deh, mencintai Allah tu! Tul? Betul sekale! :D

Nah, lalu bagaimana dengan pernyataan bahwa cinta itu sesuatu yang mengerikan? Hmm… yang seperti itu, kasihan sekali sodara-sodara! Kenapa? Karena dia kehilangan makna cinta yang sebenarnya. Cinta yang seharusnya membawa kedamaian dan ketenangan menghadapi cobaan hidup justru membawa pada kesengsaraan, keterpurukan dan kegelapan. Cinta ibarat sebuah mesin. Sebuah mesih, jika kita rawat dengan baik dan sesuai aturannya maka mesin itu akan awet dan banyak membuahkan manfaat. Tapi jika kita tidak merawatnya dengan baik atau tidak sesuai prosedur perawatan maka mesin itu justru akan merepotkan kita dan merugikan kita. Cinta juga seperti itu. Ketika seseorang tidak mampu menjaga dan merawat cintanya (dalam arti menempatkan cinta pada posisi yang tepat), dia akan menjadi seonggok (?) perasaan yang justru mengantar orang itu pada siksa dunia dan akhirat.

Akhir-akhir ini, banyak perilaku (khususnya) remaja yang bikin geleng-geleng kepala juga ngelus-ngelus idung (?). Pernah tuh, aku nemuin ada orang yang bilang gini:

“Ayank, ku mohon jangan pergi. Aku gak bisa hidup tanpamu…”

GUBRAK!!!!!! Teong-teong-tek-blung! Si ayank tuh, siapa? Oksigen?! Hah?! Aeng-aeng wae! -.-“

Enggak hanya dari perkataan mereka, dink! Tapi, lagu-lagu sekarang banyak kan, yang gituan? Sang kekasih diibaratkan darah (pacarnya drakula ya!), diibaratkan matahari (panas lah!), diibaratkan bulan (permukaan bulan bolong-bolong, lho!), diibaratkan bunga (Rafflesia Arnoldi?). :D Kalo dilogika semua itu berbanding terbalik, kan? Makanya, kalo ada puisi cinta coba deh, dilogika, pasti lebih lucu dari lawakan pelawak terkenal. :D Misal, “Namamu telah kuukir dalam dinding-dinding hatiku…” Aduh biyung… -,- gek piye kui bentuke??? (note: Sastra jangan dilogika!)

Saudaraku, melihat pandangan hidup manusia saat ini, kita harus pandai-pandai menyisir hikmah dan pelajaran yang diselipkan Allah di dalamnya. Menjadi pribadi yang memegang teguh aturan dalam Al Qur’an dan As Sunnah agar kita menjadi hamba-Nya yang beruntung di dunia dan akhirat. Istiqomahlah, Sahabat! Karena “Perbuatan yang paling dicintai Allah adalah perbuatan yang dilakukan dengan istiqomah.” (HR. Al Bukhari).

Saudaraku, coba tengok yang ada di dalam dirimu. Berpikirlah! Di dalam kepala kita ada seonggok benda yang disebut otak. Otak itulah yang mengendalikan segala macam gerak dan pikiran kita. Tanpa otak, kita hanya sebuah badan tak ber’nyawa’. Pegang dadamu dan rasakan detakan jantung di dalamnya. Setiap detaknya, jantung itu selalu mengalirkan darah di seluruh tubuh kita. Jantung ini untuk kita, Saudaraku. Sekarang, tengok keluar. Hiruplah udara perlahan dan rasakan kenikmatan yang menjalar di sekujur tubuh kita. Udara ini untuk kita, saudaraku. Lihat gemericik aliran air itu. Dingin, bening, tak berasa, tapi membawa banyak manfaat untuk kita. Saudaraku, air itu untuk kita. Lihat pohon itu, lihat tanah itu, lihat langit itu, lihat bintang itu, lihat bulan itu. Semua untuk kita, Saudaraku. Lalu, apa yang sudah kita berikan pada Allah? Sudahkah kita selalu mengingat-Nya dalam keadaan apapun? Sudahkah kita berterimakasih pada-Nya atas limpahan kenikmatan ini? Sudahkah kita mencintai-Nya sepenuh hati?

Saudaraku, ketika kita mencintai orang lain, dan ternyata orang itu tidak mencintai kita, apa yang kau rasa? Sakit? Sedih? Iya, pasti itu! Apalagi sudah banyak yang kita korbankan demi kebahagiaannya. Tapi, semua terbalas pahit. Jangan merasa besar, Saudaraku! Kita ini bagai sebuah mikroba di hadapan Allah. Bukti cintamu tak sebesar bukti cinta Allah kepada kita.

Saudaraku, terkadang kita meminta orang lain untuk mengerti perasaan kita. Tapi, setiap harinya, Allah meminta kita untuk mengerti perasaan-Nya.

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (QS. Ali ‘Imran: 31-32). Semoga bermanfaat. :) aaa.

Keyongan Kidul, 7 Desember 2011
»»  READMORE...