Pages

SI PUTIH TERBIAS

Share this history on :
Ehm… sebelumnya izinkan dulu saya memperkenalkan diri. Mungkin ada yang berpendapat bahwa bagian ini benar-benar nggak penting, apalagi bagi yang sudah tau dan mengenal siapa saya. Tapi, bagi saya ini penting karena jika suatu hari ada seseorang yang membaca tulisan ini, dia akan tau bahwa tulisan yang ditulis berdasarkan kisah nyata ini memang ditulis oleh seseorang yang ternama (baca: memiliki nama). Saya adalah seorang gadis berusia 16 tahun yang sekarang sedang menempuh pendidikan di bangku SMA kelas 11 progam IPA.
Sejak aku memiliki cap sebagai seorang anak SMA, aku tak pernah menyangka bahwa masa-masa SMA-ku akan seperti sekarang ini. Bergabung dalam organisasi kerohanian Islam (Rohis), menjadi bagian dari redaksi majalah sekolah, memiliki sahabat-sahabat yang begitu unik dan asyik, mengenal apa itu mentoring, dan masih banyak lagi. Dari hal-hal tadi, aku benar-benar membenarkan perkataan setiap orang yang mengatakan bahwa masa SMA adalah masa terindah.
Sebelumnya, ketika aku masih menjadi anak SMP, aku menyadari bahwa minatku dalam mengenal, memahami, meresapi dan menelaah ilmu-ilmu agama masih kabur-kabur. Bahkan pernah aku mengabaikan peringatan yang pernah diteriakkan sendiri oleh hatiku. Hingga akhirnya dengan tanganku sendiri aku membunuh diriku. tapi, bukan berarti semua masa-masa pahit itu akan selalu terkenang sebagai sebuah kenangan pahit. Karena masa yang lalu adalah sejarah dan dalam sejarah selalu terselip hikmah dan pelajaran yang berharga untuk masa depan. Ya, memang tak ada gunanya menyesali apa yang telah terjadi. Baiknya menyisir pelajaran yang terselip di dalamnya.
Perubahan dalam diriku kurasakan semenjak aku memutuskan untuk bergabung dalam Rohis. Dari situlah, aku memiliki banyak cermin untuk diriku. Dan cermin-cermin itu adalah sahabat-sahabatku yang juga sebagai para aktivis dakwah.
Daru Abu Musa r.a., Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalihah dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Ya, aku benar-benar mengalami sendiri kebenaran dari perkataan Rasulullah. Dan dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut sangatlah membawa perubahan besar dalam diriku. Juga menjadi salah satu jalanku untuk membahagiakan kedua orang tuaku.
Setelah aku bergabung dalam Rohis, benih-benih cinta mulai tumbuh dalam diriku. Hey! Jangan berpikiran negatif dulu! Yang kumaksud dari benih-benih itu adalah benih-benih kecintaanku terhadap agamaku. Hingga aku merasa begitu bangga dan beruntung menjadi seorang muslim. Apalagi ditambah dengan kegiatanku mengikuti mentoring. Dari mentoring itulah, ilmu agama yang kupegang terus bertambah.
Ah, bicara soal mentoring, aku jadi ingat sesuatu dan aku ingin berkata jujur. Sebelumnya aku belum pernah mengutarakan secara langsung kepada mentorku, Mbak S-T, juga kepada sahabat-sahabatku di mentoring. Entah kenapa. Dan mungkin aku tak akan pernah mengutarakan kejujuran ini jika saja Mbak S-T tidak memberi kami tugas menulis karangan ini. Jadi, setelah lama aku mengenal Mbak S-T, aku merasa Mbak S-T mirip dengan sahabatku di SMP. Silakan tertawa kalau memang lucu! Dari segi wajah mereka memang tak sama, tapi dari segi sikap mereka cukup mirip. Entah, sudah berapa banyak orang dari luar kabupaten Gunungkidul yang sudah kuanggap mirip dengan orang-orang yang kukenal di Gunungkidul. Kemiripan mereka (Mbak S-T dan sahabatku) yang benar-benar kugarisbawahi bahkan kutandai, adalah mereka bisa “menggila”. Heheh… #dame, dame…#
Dari mentoring, aku banyak mendapat pelajaran. Selain ilmu yang dibagikan Mbak S-T, juga kisah-kisah dari sahabat-sahabatku di mentoring menjadi sebuah pelajaran bagiku. Berbagi pengalaman juga menjadi salah satu hal terseru ketika mentoring berlangsung. Apalagi, jika saraf “gila” mereka (aku juga) mulai bekerja. Selaan-selaan lucu dan bahkan garing pun menjadi warna-warni di mataku. Haha!
Ah, aku ingat! Sebuah fakta bahwa aku adalah seorang kakak di keluargaku bahkan di lingkup saudara-saudaraku. Bapak dan ibu semuanya anak sulung dari nenek dan kakekku, sehingga otomatis, aku adalah cucu pertama dari kedua pasang nenek dan kakek yang kumiliki. Aku memang pernah mengimpikan memiliki seorang kakak. Ya, itu mustahil. Meski aku membujuk adikku untuk menyandang sebagai kakak untukku, itu tak akan pernah terjadi karena takdir memang mengecapku sebagai seroang kakak. Tapi, dari mentoring yang kuikuti ini, aku seperti memiliki banyak kakak yang bisa kujadikan cermin untuk diriku. Entah dari sikap, perilaku, penampilan, dan cara berpikir mereka. Dan buah dari cerminanku pada mereka, aku bisa menyalurkannya kembali kepada adik kandungku dan saudara-saudaraku yang lain. Kesimpulannya, dari merekalah aku belajar menjadi seorang kakak yang baik. Karena kakak adalah cerminan untuk adik-adiknya.
Jika aku disuruh untuk mengingat awal dari keikutsertaanku dalam mentoring, maka aku akan menjawab “lupa!”. Aku memang sudah lupa. Entah bagaimana awalnya, dan apa penyebabnya kenapa sekarang aku merasa begitu akrab dengan mereka. Mungkinkah karena kami memiliki persamaan? Sama-sama ingin tahu (anak buah sang mentor), sama-sama memiliki bakat dalam “menggila” (anak buah + mentor), dll.
Aku ingin jujur lagi. Sebenarnya pernah juga aku merasa begitu malas mengikuti mentoring. Moodku benar-benar buruk waktu itu. Tapi tolong digarisbawahi, bahwa penyebab bad moodku bukan karena sang mentor atau si anak buah mentor. Tapi, entahlah! Aku juga tak tau jawabannya. Bisa jadi, kemalasan itu datang karena memang sudah menjadi hakikat setiap manusia bahwa pastinya mereka pernah mengalami masa-masa di mana rasa malas begitu kuat menempel dalam diri. Selain itu, jadwal mentoring yang bertubrukan dengan jadwalku pulang kampung terkadang membuat rasa malasku timbul. Ya, sebagai seorang anak sulung yang hidup cukup jauh dengan orang tua, wajar saja jika aku merindukan mereka juga kampung halamanku (apalagi kucing-kucingku, hehe). Dan mungkin, faktor lain juga bisa karena tugas-tugas yang terus menumpuk dan harus kuselesaikan segera. Baik itu tugas sekolah maupun tugas pribadi. Masalah-masalah yang sedang dihadapi seseorang memang terkadang membuat seseorang itu meninggalkan suatu hal yang seharusnya ia lakukan. Tak banyak orang yang mampu menjadikan suatu beban berat di pundaknya menjadi seringan kapas.
Meski ada rasa malas yang pernah datang menghampiriku, tapi aku tak pernah merasakan adanya penyesalan, kerugian, dan hal negatif dari keikutsertaanku dalam mentoring. Intinya aku senang bisa menjadi salah satu bagian dari mereka yang mengikuti mentoring. Dan dari mentoring itu juga aku belajar salah satu cara menjalankan perintah Allah seperti yang dilakukan Rasulullah dan para nabi sebelum beliau, yaitu berdakwah.
Kau tahu? Menginjak SMA ini, setiap harinya aku seperti melihat cahaya putih yang terbias oleh sebuah prisma tak kasat mata, dan terbias menjadi bermacam-macam warna. Ingat! Pelangi itu selalu ada jika kau mau menjemputnya.
Keyongan Kidul, 18 November 2011
PS: Maaf kalo ada kata-kata yang kurang berkenan :)

0 komentar:

Posting Komentar